Sabtu, 26 September 2009

MEMPERINGATI HARI KEMERDEKAAN RI-64 DI PUNCAK GN. TAMPOMAS GANDAWESI KPALH KM FPTK UPI

Setelah kurang lebih 2 minggu merumuskan rencana kegiatan pendakian rutin setiap 2 bulan sekali naik gunung yang merupakan salah satu program kerja dewan pengurus XX GANDAWESI KPALH KM FPTK UPI divisi THAB (teknik hidup alam bebas), hasil rapat tanggal 29 juni 2009 menghasilkan keputusan yaitu acara mendaki rutin dilaksanakan sekaligus memperingati hari kemerdekaan RI yang ke 64 dan tempat yang disepakati adalah gunung tampomas, yang terletak di Kecamatan Cimalaka, Paseh, Conggeang, Buah Dua dan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang. banyak sekali pilihan waktu itu diantaranya, gunung galunggung, kawah putih dll. Akhirnya di sepakati gunung tampomas sebagai tempat yang cocok yang akan kami daki pada tanggal 16-17 agustus 2009. Alasan memilih gn. TAMPOMAS adalah karena gunung ini jarang didaki serta medannya tidak terlalu curam dan sangat cocok bagi pemula karena mempertimbangkan juga peserta yang akan di bawa tidak semuanya berpengalaman mendaki gunung.
Acara ini tidak hanya untuk anggota GANDAWESI saja tapi di buka bagi siapapun mahasiswa FPTK yang berminat. Pamphlet pun di pasang di mading FPTK . banyak yang berminat waktu itu, namun banyak diantara mereka yang mengurungkan niat karena biaya yang di targetkan waktu itu adalah Rp. 80.000,-. Menurut mereka lumayan mahal , serta banyak lagi alasan-alasan lainnya.
Kepastian yang ikut pada waktu itu adalah 9 orang semuanya anggota gandawesi, kendala waktu itu adalah masalah keuangan yang mana bertepatan dengan bulan tua. Kepanitiaanpun merangkap padawaktu itu. Pada hari minggu tanggal 16 agustus 2009,tepatnya pukul 10 : 10 WIB kami siap berangkat dan sebelumnya melakukan apel keberangkatan di halaman FPTK, Pembina dalam apel tersebut adalah Dede Heriadi selaku ketua dewan pengurus XX GANDAWESI KPALH KM FPTK UPI periode 2009/2010 dan apel di pimpin oleh Silas selaku ketua pelaksana kegiatan ini.
Yang pasti berangkat pada waktu itu adalah : Silas, Lucas Dian.P, Agun Okapiasa, Ruly Faitsal, zam-zam. T, Dinny Hanifa, Dimas Mardika, Taufik Sastra, Supyati. Namun tidak lama kemudian datang salah seorang ALB (Anggota Luar Biasa) yaitu Achmad Sumirat yang telat mengkonfirmasi, akhirnya kami berangkat dari 9 orang menjadi 10 orang, dari kampus menuju terminal cicaheum kami menggunakan angkot, perjalanan menuju cicaheum macet, yang pada akhirnya tiba ke terminal di luar targetan waktu. Setelah sampai ke terminal cicaheum kami naik bus jurusan bandung-cirebon kurang lebih 3 jam dan turun di cibereum, sumedang. Dari cibnereum kami menuju ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) menggunakan truk pasir kurang lebih 20 menit. Kami masak dan makan siang dulu di daerah dekat TPA. Tepat pukul 16.00 kamipun memulai pendakianmenuju puncak, sempat terlihat orang-orang yang berjalan menuju puncak, nampaknya tujuan mereka sama seperti kami. Sebelum nya kami mengisi air dulu untuk persiapan di puncak karena sumber air hanya ada di kaki gunung tersebut, itupun hanya mengandalkan satu sumber mata air saja, jadi kita harus sabar mengisi tempat air kita. Perjalanan kami sangat santai waktu itu, banyak hal baru yang kami temukan.
“Gagah nya dan indahnya si pinus tua yang berdiri tegak di kaki gunung ini seakan memberi gambaran bahwa merekalah yang menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar gunung tampomas dengan menyumbangkan getahnya, sungguh Tunan itu maha adil”.
semakin lama trek semakin menantang, sungguh perjuangan yang hebat serta kerjasama tim yang solid terbukti di sini, kami melakukan perjalanan malam tentunya dengan kepenuh hati-hatian, sekitar jam 10 malam akhirnya kami tiba di puncak tampomas, ternyata di luar dugaan kami, banyak sekali orang yang sudah membuat tenda di puncak, hamper saja kami tidak kebagian tempat, untunglah tim operasional tidak kehilangan akal dan menemukan lokasi yang lumayan untuk membangun tenda.
Suasana malam di puncak berbeda dengan kondisi alam biasanya, suara nyanyian, canda gurau serta suara radio seakan memecah keheningan malam. Sungguh menyenangkan, suasana seperti ini hanya aka nada pada waktu momen-momen tertentu aja. Tidak semua dari anggota tim kami yang tidur nyenyak pada m,alam itu, bahkan ada yang melihat binatang sejenis kera yang melintas diantara tenda kami. Saya sendiri tidur di tanah yang tidak rata tapi tetap nyenyak tidur.
Suasana pagi juga riuh pada waktu itu, banyak yang foto-foto dan menikmati sunrise , tidak terkecuali tim kami yang dari kemarin sudah menantikan indahnya sunrise di pagi hari. Sungguh indah ciptaan Tuhan.
Setelah foto-foto kami masak sambil bercanda gurau, sambil mempersiapkan upacara, kelompok lain sudah ada yang melaksanakan upacara. Setelah selesai makan siang kami akhirnya briefing sebentar untuk persiapan upacara, waktu itu anggota kami bertambah 2 orang anak smp kebetulan sekampung dengan ruli, mereka juga ikut upacara dan ingin pulang bareng tim kami. Upacara pun di laksanakan
Upacara berlangsung sekitar seperempat jam, pada saat upacara sedang berlangsung pendaki-pendaki yang lain juga ikut menghormati bendera merah putih sambil menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yaitu lagu “Indonesia Raya”, yang membacakan teks proklamasi adalah geng Bozem dan sekaligus menjadi pembina upacara ,upacara di pimpin oleh silas.
Selesai upacara kami foto-foto dulu sebelum akhirnya turun ke bawah menuju kampung geng Ruly yang terletak di bawah gunung Tampomas. Ada sedikit kesalahan waktu itu, geng Ruly kurang ingat perjalananan pulang yang akhirnuya membawa kami ke makam keramat yang tidak jauh dari puncak gn. Itu, kamipun naik lagi ke puncak dan menemukan trek yang benar, sungguh trek yang curam dan lumayan jauh jika di bandingkan dengan perjalanan keberangkatan, beruntunglah cuaca sangat mendukung untuk perjalanan ini.
Sungguh pemandangan yang unik, indahnya kabupaten sumedang terlihat sebagian, dari siang sampai sore akhirnya kami tiba di perkebunan pinus, hal ini membuat hati terhibur karena tanda-tanda dekat perkampungan sudah dekat, sambil berjalan kami di suguhkan dengan suasana kesejukkan pohon pinus, di tengah pepohonan pinus tersebut terdapat sebuah batu besar yang di jadikan tempat sesajen, sungguh menggambarkan kebudayaan yang masih terjaga walaupun di larang oleh agama manapun.
Hal yang paling menggembirakan lagi adalah ketika kami tiba di pusat mata air, terlihat di situ banyak orang yang beristirahat dambil melepas dahaga setelah melakukan perjalanan yang panjang, kami juga istirahat sambil ngopi dan pastinya bercanda. Setelah itu kami melanjutkan menuju ke kampung geng ruly, namun tiba-tiba rasa gembira tersebut berubah .. perjalanan masih panjang dan melewati banyak persimpangan yang membuat tim kami tersesat hampir satu jam, hal yang membuat jengkel adalah persediaan air sengaja tidak kami bawa. Dapat dibayangkan jika tersesat di lembah yang di selimuti oleh pohon-pohon, memang sih jalan yang kami lewati merupakan jalan untuk di lewati mobil perkebunan, untung ada seorang warga yang lewat , kamipun bertanya ke beliau, dan ternyata sudah lumayan jauh tersesat, kami balik lagi dan melewati jalan yang di anggap lunayan benar, tampaknya lucu tapi banyak hal yang kami dapatkan dari kejadian ini. Mulai dari pengendalian emosianal, percaya kepada operasional serta survival, hah,...”survival”, kog bisa??? Hal unik adalah survival, kami melewati perkebunan warga dan tujuan awal hanya mau bertanya saja namun tidak ada orang sehingga membuat kami tertarik pada sebatang pohon, ya..pohon itu adalah pohon kelapa, coba pembaca bayangkan seandainya sedang haus namun tidak ada air setetespun, tapi memandang buah kelapa muda!!
Untung geng Silas kebetulan masa lalunya tukang panjat kelapa jadi gak masalah pohon kelapa setinggi apapun, eh...ternyata teman geng Ruly yang masih SMP itu juga hebat memanjat kelapa lho.. kami minum secukupnya dan makan daging kelapa muda, setelah energi bertambah kami melanjutkan perjalanan yang pada akhirnya tiba juga dengan selamat ke kampung geng Ruly tepat menjelang maghrib.
Kami di sambut oleh keluarga ruly dan makan malam, kami bersantai di beranda rumah ruli sambil bercerita dengan ayah ruly yang menceritakan tentang banyak hal, yang tentunya sangat bermanfaat bagi kami semua. Pukul 19.30 kami akhirnya pamitan dan pulang, tapi singgah dulu ke permandian air panas di sumedang, sungguh menurut saya suatu hal yang baru pertama kali, tubuh terasa segar dan rasa lelah terbayarkan. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang ke bandung, hingga akhirnya tiba di sekre dengan selamat hanya kekurangan satu hal, yaitu sepetu geng Dinny ketinggalan di angkot. Ini merupakan kegiatan rutin THAB perdana yang di lakukan selama kepengurusan dewan pengurus gandawesi XX, dua bulan lagi acara mendaki rutin ini akan dilaksanakan, semoga kegiatan ini merupakan ajang untuklebih memperertat hubungan emosianal semua anggota gandawesi, siapapun anggota yang telah membaca tulisan ini baik AM, AB, maupum ALB dapat ikut lebih banyak lagi untuk kegiatan-kegiatan berikutnya. Trimakasih untuk semua terutama kepada anggota luar biasa yang sudah memberikan sumbangan baik moril maupun material. Gandawesi tetap jaya.
GW.21.170.GS

Senin, 15 Juni 2009

KUNJUNGAN DPRD KAB. LANDAK DI KAMPUS UPI BANDUNG

Selasa, 10 juni 2009

Hari selasa tanggal 10 juni 2009, tepatnya pukul 13.00 WIB sembilan belas orang anggota DPRD KAB.Landak berkunjung ke kampus upi Bandung. Mereka menggunakan bus pariwisata dari Jakarta. Sebelum berkunjung ke Bandung mereka mengunjungi kampus UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) dan UKSW (Universitas Kristen Setia Wacana) di Salatiga. Kedatangan mereka di Yogjakarta di sambut dengan tari-tarian dayak, namun berbeda dengan di Bandung. Kedatangan mereka mendadak, pemberitahuan dari pihak DPRD ke ketua mahasiswa kab. Landak yang kuliah di Bandung melalui via telepon malam sebelum kedatangan mereka tepatnya pada tanggal 9 juni 2009. Semua persiapan serba mendadak, beruntung dosen pembimbing dari teknik arsitektur yaitu pak Asep Yudi Permana. Spd. Mdes. cepat tanggap, sehingga beliau berkoordinasi dengan ketua mahasiswa Landak serta mengurusi perizinan di kampus. Selama menunggu kedatangan anggota DPRD kami semua menunggu di kampus, para mahasiswa Landak sudah tidak sabar menanti kedatangan mereka bahkan ada yang bertanya-tanya “ apakah mereka dating mau membawa uang bulanan ataukah hanya berkunjung saja??? Dengan banyak menebak-nebak jawaban yang tidak pasti.
Ketika tiba di kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung mobil bus yang di tumpangi oleh para anggota DPRD kab landak sempat nyasar jauh kedalam lingkungan kampus, setelah di konfirmasi lagi baru bus tersebut kembali ke gerbang upi tepatnya di kampus FPTK (Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan), di samping masjid Al-Furqon. Ketika turun dari bus diantara mereka ada yang bertanya “kenapa kami tidak di sambut oleh dosen-dosen dan tidak ada tarian penyambutan?” dan ada juga yang mengeluh ketika naik tangga menuju lantai 4, karena ramai dan mendadak kami lupa menunjukkan lift.
Setelah sampai di lantai 4, tepatnya di ruang auditorium FPTK,pada waktu itu di hadiri oleh 69 orang mahasiswa kab. Landak, dari jurusan pendidikan teknik Arsitektur, Sipil, Mesin, Otomotif, Elektro serta jurusan pendidikan seni rupa. Jumlah mahasiswa yang hadir aPada pertemuan itu tidak lengkap 73 orang karena dua orang pada waktu itu sedang pulang ke Kalimantan barat karena ada urusan mendadak, sedangkan dua orang lagi berhalangan hadir karena sedang kuliah. Selain mahasiswa Landak peserta yang hadir pada pertemuan itu adalah Dekan FPTK, Pembantu Dekan serta semua ketua jurusan di FPTK, kecuali ketua jurusan pendidikan seni rupa yang tidak hadir pada waktu itu di karenakan lupa di konfirmasi.
Pertemuan tersebut di buka langsung oleh pak dekan, beliau bersama pak markus amid, pak ahen dan pak yadi berada di panggung depan. Semua ketua jurusan melaporkan hasil belajar kami semua, yang pertama dari bu cahyani, ketua jurusan pendidikan teknik arsitektur, beliau memaparkan semua tentang mahasiswa landak yang kuliah di jurusan pendidikan teknik
arsitektur. Kata beliau mahasiswa landak yang kuliah di arsitektur nilainya cukup memuaskan yang tertinggi di untuk angkatan 2008 adalah Diana yang ip nya diatas 3 dan tertinggi ip nya di angkatan 2008, yang angkatan 2007 adalah blasius havivianto. Kemudian ada yang aktif di kegiatan kemahasiswaan, itu sangat membanggakan. Disusul dengan laporan ketua jurusan pendidikan teknik sipil, beliau juga bangga terhadap nilai anak landak, angkatan 2008 yang tertinggi ip nya adalah sudarso, sedangkan angkatan 2007 adalah stalin yang sekaligus tertinggi dari semuanya dari angkatan 2007, diteknik elektro memang kurang memuaskan yang tertinggi di angkatan 2007 adalah suryono yang lebih dari 2, di angkatan 2008 adalah eksansilus.
Di mesin parnandes yang tertinggi di 2007 sedangkan agus salamullah yang tertinggi di angkatan 2008. Diantara semua memang jurusan mesin yang agak sulit mendapatkan nilai tinggi. Dan hal itu di maklumi oleh dosen dan yang lainnya.
Setelah itu pak dekan mempersilahkan tiga rang perwakilan dari mahasiswa untuk menyampaikan keluhan yang di hadapi. Yang pertama berbicara pada waktu itu adalah silas (ketua mahasiswa kab. Landak periode 2008-2009). Silas pada waktu itu menceritakan secara umum prestasi rekan-rekannya serta menceritakan kendala-kendala, seperti: masalah asrama, uang bulanan, serta fasilitas penunjang belajar.
Kemudian di susul oleh junarto batalengga (mantan ketua mahasiswa kab landak) dia bercerita juga tentang kegiatan-kegiatan serta berbagai usulan. Yang terakhir adalah saudari Diana, dia juga mengemukakan hal yang kurang lebih sama, mengingat hal tersebutlah yang menjadi permasalahan kami sekarang ini.
Saran dan kritikan kami diterima dan di tampung oleh para DPRD landak. Semoga semuanya dapat terrealisasi dengan baik. Mahasiswa landak juga waktu itu di berikan uang bantuan dan di gunakan untuk kas. Sekitar jam 15.00 Wib, acara tersebut di tutup dan mereka bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta, mengingat banyak kegiatan yang harus mereka ikuti.

Kamis, 04 Juni 2009

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango



Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.

Tercatat pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), J.E. Teysmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), W.M. van Leeuen (1911); dan C.G.G.J. van Steenis (1920-1952) telah membuat koleksi tumbuhan sebagai dasar penyusunan buku “THE MOUNTAIN FLORA OF JAVA” yang diterbitkan tahun 1972.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana.


Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium).

Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus); dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula).

Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu (Otus angelinae).

Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Sejarah dan legenda yang merupakan kepercayaan masyarakat setempat yaitu tentang keberadaan Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi di Gunung Gede. Masyarakat percaya bahwa roh Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi akan tetap menjaga Gunung Gede agar tidak meletus. Pada saat tertentu, banyak orang yang masuk ke goa-goa sekitar Gunung Gede untuk semedhi/ bertapa maupun melakukan upacara religius.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi :
Telaga Biru. Danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
Air terjun Cibeureum. Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut merah yang endemik di Jawa Barat.
Air Panas. Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
Kandang Batu dan Kandang Badak. Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
Puncak dan Kawah Gunung Gede. Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor terlihat dengan jelas, atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas.
Alun-alun Suryakencana. Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.
Gunung Putri dan Selabintana. Berkemah dengan kapasitas 100-150 orang.

Musim kunjungan terbaik: bulan Juni s/d September.

Cara pencapaian lokasi: Jakarta-Bogor-Cibodas dengan waktu sekitar 2,5 jam (± 100 km) menggunakan mobil, atau Bandung-Cipanas-Cibodas dengan waktu 2 jam (± 89 km), dan Bogor-Selabintana dengan waktu 2 jam (52 km).
Bunga Konyal (Passiflora edulis) Kantor : Jl. Raya Cibodas PO Box 3 Sindanglaya
Cipanas 43253, Cianjur, Jawa Barat
Telp. (0263) 512776; Fax. (0263) 519415
E-mail : tngp@cianjur.wasantara.net.id

Dinyatakan Menteri Pertanian, tahun 1980 seluas 15.000 hektar
Ditunjuk ----
Ditetapkan ----
Letak Kab. Bogor, Kab. Cianjur dan Kab. Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

Temperatur udara 5° - 28° C
Curah hujan Rata-rata 3.600 mm/tahun
Ketinggian tempat 1.000 - 3.000 m. dpl
Letak geografis 6°41’ - 6°51’ LS, 106°50’ - 107°02’ BT

sumber (http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_gedepangrango.htm)

Selasa, 14 April 2009

ANEH



Hutan di daerah pegunungan sangat indah dan dapat menenangkan jiwa seorang manusia yang sedang berada di daerah tersebut. Hembusan angin dingin dan suara dedaunan yang saling bersahut-sahutan, pujian seorang anak manusia terhadap Sang Maha Kuasa yang telah menciptakan alam semesta yang selalu di panjatkan bagi mereka yang sadar akan hal tersebut. Itulah yang aku rasakan ketika berada di alam yang jauh dari keramaian dan hingar-bingar kota.
Namun ada satu hal aneh yang aku temukan ketika aku bersama teman-teman GANDAWESI pada hari sabtu, 26 maret 2009, yang pada saat itu kami sengaja datang ke bawah bukit burangrang di daerah parompong, bandung. Pada saat itu kami hendak berlatih navigasi menggunakan kompas bidik dan peta daerah tersebut, hal aneh yang aku temukan pada saat itu adalah kerlakuan remaja yang tidak bersahabat dengan alam sekitar. Ada sekitar dua puluhan lebih anak remaja laki-laki dan perempuan yang saat itu sedang berDUGEM (dunia gembira) di samping jalan umum menuju situ lembang. Mereka joged tidak beraturan diiringi oleh musik disko dangdut yang di putar melalui speaker yang terdapat di salah satu sepeda motor modifikasi salah seorang dari mereka.
Sebelumnya kami mendirikan tenda di samping jalan tersebut karena cuaca pada saat itu hujan,namun tidak lama reda kembali. tidak lama kemudian segerombolan anak remaja bersepeda motor datang. Awalnya aku anggap biasa-biasa saja karena daerah teresebu memang banyak dikunjungi oleh orang. Namun lama-kelamaan mereka merjoged ria, suara musik mereka menggema sangat keras sekali, mereka tidak menghiraukan sedikit pun orang-orang yang lalu-lalang di jalan samping mereka bejoged ria. Orang yang lewat hanya diam dan melihat saja tidak ada sedikit pun di benak orang yang lewat untuk menegur apalagi mau menasehati, sungguh sangat disayangkan sekali.
Aku dan teman-teman sedang konsentrasi membidik kompas ke arah gunung burangrang namun mereka tidak mempedulikan kami, bahkan pada saat saya foto mereka seperti oprang yang haus akan foto saja, ingin narsis. Sempat saya rekam vidio mereka saat mereka sedang asik menari.
Saat itu hal yang sangat menyayat hati saya adalah paqda saat seorang remaja wanita yang mereka peluk secara bergiliran, dan semakin lama mereka semakin berada di tengah jalan, bukankah hal tersebut sudah merugikan orang-orang dan kendaraan yang lewat di situ. Seorang warga yang sedang lew3at untuk mengambil kayu bakar di daerah tersebut Hanya diam saja sambil menmggelengkan kepala melihat kelakuan remaja-remaja tersebut. Dalam benakku bertanya “apakah di sini sudah sering dilakukan hal seperti ini ?, apakah remaja-remaja tersebut tidak memiliki hati dan perasqaan lagi?, mengapa harus hutan yang menjadi tempt untuk DUGEM???? Bukankah diskotik di bandung sangat banyak????” pertanyaan yang sulit untuk di jawab.
Mungkin menurut mereka hal terssebut biasa-biasa saja, nasmun menurut ku hutan adalah tempat terindah yang selalu harus di jaga kelestariannya salah satunya dari polusi suara dan tindakan yang tidak senonoh, apalagi sampai dilakukan oleh pelajar.....sungguh sangat disayangkan.
Bayangkan saja kalau hal ini di lakukan di daerah kalimantan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan baik terhadap alam maupun sesama manusia. Dari kasus yang saya temukan diatas, jika terjadi di kalimantan khususnya di daerah pedesaan, remaja-remaja tersebut sudah dikenai hukum adat yang tidak hanya di bayar menggunakan uang, tetapi menggunakan berbagai jenis syarat yang sulit sekali untuk di dapat dan jika ketahuan sepasang remaja yang berpelukkan akan langsung di nikahkan. Hal tersebut di lakukan agar tidak membuat aib baik bagi sesama manusia maupun alam semesta.
Semoga melalui tulisan anak rimba ini remaja-remaja yang masih labil psikologinya dapat sedikit sadar akan betapa pentingnya menghargai alam dan sesama. Binatang di hutan saja mempunyai tata krama. Mengapa kita tidakkkk!!!!

PERJUANGAN BELUM BERAKHIR

Ingat kah sobat, kala itu...kita berjuang bersama
Kita sama-sama di gembleng...kita sama-sama di didik
Kita sama-sama di tampar, merayap di atas lumpur...kita sama-sama kotor,sakit serta menderita dalam pendidikan
Setelah semuanya usai.....
Kita selalu kompak...kita bersama-sama memulai sesuatu yang tak akan pernah di lupakan seumur hidup kita
Dulu engkau memimpin kami...dulu engkau selalu memotivasi kami
Namun ada apa dengan dirimu sekarang wahai sahabat??????
Tiba-tiba saja....engkau meninggalkan kami, engkau lupa akan kenangan kita bersama
Engkau melupakan perjuangan kita dulu....
Ingatlah sahabat perjuangan kita belum berakhir ...
Perjuangan yang tak akan pernah berakhir sampai akhir hayat
Perjuangan yang membutuhkan kekompakkan tim
Sekarang anggota tim kita berkurang satu....untuk mencapai tujuan kita
Semoga engkau dapat menempuh perjuangan baru mu...
Tapi ingatlah perjuangan kita belum berakhir, kami selalu menanti dan berharap engkau dapat kembali bersama kami lagi
Oleh : SIL@S

Jumat, 13 Maret 2009

Rabu, 25 Februari 2009

Silas

From Wikipedia, the free encyclopedia

Jump to: navigation, search
Saint Silas

Bishop and Martyr
Died c. AD 50, Macedonia
Venerated in Roman Catholic Church, Eastern Catholic Churches, Eastern Orthodoxy, Oriental Orthodoxy, Anglicanism, and Lutheranism
Feast January 26 (Evangelical Lutheran Church in America)
February 10 (Lutheran Church - Missouri Synod)
July 13 (Roman Martyrology)
July 30 (Eastern Orthodoxy)
July 13 (Syriac, Malankara Calendars)

Saint Silas or Saint Silvanus (flourished 1st century) was a leading member of the early Christian community, who later accompanied Paul in some of his missionary journeys.

There is some disagreement over the proper form of his name: he is consistently called "Silas" in Acts, but the Latin Silvanus, which means "of the forest", is always used by Paul and in the First Epistle of Peter; it may be that "Silvanus" is the Romanized version of the original "Silas", or that "Silas" is the Greek nickname for "Silvanus". Fitzmyer points out that Silas is the Greek version of the Aramaic "Seila", a version of the Hebrew "Saul", which is attested in Palmyrene inscriptions.[1] The name Latin "Silvanus" may be derived from pre-Roman Italian languages (see, e.g., the character "Asilas", an Etruscan leader and warrior-prophet who plays a prominent role in assisting Aeneas in Virgil's epic poem the Aeneid).[citation needed]

St. Silas is currently commemorated in the Calendar of Saints of the Evangelical Lutheran Church in America on January 26 with Timothy and the Apostle Titus, and separately on February 10 by the Roman Catholic Church and by the Lutheran Church - Missouri Synod.

[edit] Life

Silas first appears in Acts (15:22-29) with Barnabas, after the Council of Jerusalem, as carrying a letter with the council's decision, to Antioch. After his disagreement with Barnabas over John Mark (Acts 15:37-40), Paul then selects Silas to accompany him west to Derbe, Lystra (where they recruited Timothy), Troas, Philippi, Thessalonica and Beroea, where he remained with Timothy while Paul continued to Athens (Acts 16, 17). Both of them are said to rejoin Paul in Corinth (18:5), but neither Silas or Timothy are said to accompany Paul when he sailed to Ephesus, where Silas disappears from Acts.[2] Acts (16:37) also implies that he is a Roman citizen.[3]

Although Paul's own surviving letters confirm that Silvanus was with him in Corinth when he founded the church there (2 Corinthians 1:19), and listed as one of the authors of First and Second Epistle to the Thessalonians, a part of the canon of the New Testament, 1 Thessalonians 3:1-5 implies that Silvanus and Timothy were with Paul in Athens, and explicitly states that Timothy was sent back to Thessalonica to investigate their problems.[4] Ernest Best notes that "there is nothing in the Pauline letters to determine his relationship to Silvanus."[5]

A Silvanus is mentioned in the First Epistle of Peter (5:12) as the amanuensis who wrote down Peter's dictation; he is usually identified as the same person as the companion of Paul.[6] If this letter is a pseudonymous work, then Silvanus' name was added to it to give it greater plausibility.[7] If this letter is the authentic work of Peter, and this is the same Silvanus, then at some point after Silvanus left Corinth he came to Rome, and likely afterwards traveled to Pontus and Cappadocia to deliver this letter.

Silas' ultimate fate is unknown.